14 Oktober 2008

IMF Tak Laku Lagi Jadi 'Dokter' Krisis


Selasa, 14/10/2008 11:49 WIB
Jakarta - IMF laku keras saat krisis melanda Asia tahun 1997 silam. Tapi kini, saat krisis finansial justru merata di berbagai belahan dunia, tak ada satupun negara yang meminta pertolongan IMF. Apa karena IMF dianggap gagal?

Setiap negara, memilih untuk melakukan upaya penyelamatan tersendiri. Mulai dari Amerika, Eropa hingga Asia memilih menyusun strategi penanganan krisis dan bailout tersendiri, tanpa asistensi dari IMF. Termasuk pemerintah Indonesia yang cukup cekatan membuat berbagai kebijakan baru untuk menenangkan pasar.

Hasilnya pun tak mengecewakan. Pasar finansial secara pulih, saham-saham mulai rebound, nilai tukar stabil, demikian pula pasar obligasi.

Dalam berbagai langkah koordinasi, termasuk pertemuan para pemimpin Eropa terakhir di Paris, akhir pekan lalu, IMF sama sekali tidak diajak. Ini sangat kontras dengan kondisi 11 tahun silam, saat negara-negara Asia justru sangat berharap bantuan dari IMF, meski harus diembel-embeli dengan syarat yang sangat memberatkan.

"Kemana saja IMF?" tanya Mohamed El-Erian, co-CEO dari perusahaan investasi California, PIMCO yang juga mantan ekonom IMF, seperti dikutip dari Forbes, Selasa (14/10/2008).

"Ini adalah sekumpulan dari sebuah krisis yang seharusnya menjadi jantung dari apa yang seharusnya dilakukan IMF, tapi tak satupun negara baik dari Amerika ataupun G7 yang kembali untuk mencari nasihat IMF," tambahnya.

Namun tidak berfungsinya IMF di masa krisis ini sebenarnya bukan murni kesalahan lembaga keuangan tersebut. IMF hanya dapat memberikan pinjaman kepada negara anggotanya yang meminta bantuan.

IMF sendiri sebelumnya telah mengumumkan akan mengaktifkan kembali dana daruratnya yang pernah digunakan untuk membantu menangani krisis finansial Asia 11 tahun silam. Namun toh, negara yang menjadi pusat krisis yakni AS dan Eropa belum satupun yang meminta bantuan.

Sementara Islandia, sebuah negara kecil yang bank-banknya ikut kolaps juga tak mau menoleh ke IMF. Islandia malah meminta bantuan ke Rusia.
Dalam sebuah diskusi panel yang membahas tentang masa depan IMF, seorang bankir akhirnya angkat bicara tentang peran IMF.

"Kita telah berbicara tentang IMF hampir satu jam, dan tak seorang pun menyebut Islandia. Amerika tak membutuhkan Anda. China, Afrika, Timur Tengah tidak memiliki hak voting yang selayaknya. Apakah Anda akan menjadi sebuah think tank?" ketus bankir tersebut.

Masalah hak voting memang selalu jadi gunjingan. Hak voting nyaris tak berubah dalam 1 dekade, meski sejumlah negara telah mengalami kemajuan pesat termasuk soal cadangan devisanya. Misalnya China yang memiliki hak voting 3,7%, padahal dia memiliki cadangan devisa terbesar hingga lebih dari US$ 1 triliun.
Sementara AS, yang jelas-jelas kalah dari China dari sisi cadangan devisa mendapatkan hak voting hingga 16,8%. Dengan kantor pusat di Washington, IMF benar-benar dinilai sebagai organisasi yang terpusat di AS.

Selain itu, sumber daya yang dimiliki oleh IMF pun tak lagi memadai. Krisis finansial terkini membutuhkan likuiditas hingga ratusan miliar dolar AS. Apa IMF punya?

Tentu saja tidak. Lembaga tersebut hanya memiliki dana US$ 201 miliar, dimana hanya US$ 18,3 miliar yang bisa dipinjamkan. Bahkan pada awal tahun ini, IMF mengumumkan rencananya untuk menjual emas seiring keuangannya yang terus merosot.

IMF boleh jadi raja saat era krisis Asia tahun 1997 silam. Namun kebijakan-kebijakan yang disyaratkannya untuk mendapatkan dana talangan --- termasuk untuk Indonesia --- sama sekali tak populer. Mungkin itupula yang menjadi salah satu alasan kenapa tak ada yang berpaling ke IMF saat ini.
Dari semua hal itu, mungkin pesan yang paling mencuat tentang pengaruh IMF di masa depan adalah fakta bahwa tidak akan ada satupun negara yang akan meminta pertolongan IMF dalam menangani krisis finansial.

Negara-negara di dunia lebih memilih untuk menyediakan likuiditas sendiri untuk perbankannya, dan dalam hal AS adalah menstabilkan pasar perumahan. Ini juga sepertinya menjadi konsensus dari sesi akhir pertemuan IMF dan Bank Dunia akhir pekan lalu.Lantas, bagaimana nasib IMF kedepan?
(qom/ir)Nurul Qomariyah - detikFinance

Tidak ada komentar: